Analisis yuridis prosedur pemberhentian Ketua umum tanfidiyah PBNU dalam perspektif ADART NU 2022
Analisis yuridis prosedur pemberhentian Ketua umum tanfidiyah PBNU dalam perspektif ADART NU 2022
Selain itu, fenomena yang melatarbelakangi penelitian ini juga karena timbulnya konflik kelembagaan horizontal di tingkat PBNU, yang berujung pada upaya pemberhentian fungsionaris tertinggi melalui mekanisme yang diperdebatkan, tentunya sangat merugikan bagi keberadaan Organisasi NU karena bisa menurunkan marwah atau citra Organisasi. Pada 20 November 2025, Rapat Harian Syuriyah (RHS) PBNU, yang dipimpin oleh Rais 'Aam dan dua Wakil Rais 'Aam, menghasilkan keputusan krusial yang menuntut Ketua Umum Tanfidziyah, KH Yahya Cholil Staquf, untuk mengundurkan diri dalam waktu 3 (tiga) hari, atau diberhentikan oleh RHS.
Keputusan ini didasarkan pada temuan RHS yang mengindikasikan tiga pelanggaran utama:
- Pelanggaran Nilai Dasar/Ideologi: Penyelenggaraan Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN NU) yang mengundang narasumber terkait jaringan Zionisme Internasional, yang dinilai melanggar nilai Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah dan Muqaddimah Qanun Asasi.
- Pelanggaran Disiplin Organisasi: Tindakan tersebut dianggap mencemarkan nama baik Perkumpulan, yang memenuhi unsur pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris.
- Pelanggaran Hukum Keuangan: Adanya indikasi pelanggaran terhadap hukum syara’, peraturan perundang-undangan, ART Pasal 97-99, dan Peraturan Perkumpulan terkait tata kelola keuangan, yang berimplikasi membahayakan eksistensi Badan Hukum Perkumpulan.
20 November 2025 Rapat Harian Syuriyah
Rapat ini membahas tentang kelembagaan Perkumpulan Nahdlatul Ulama dengan dihadiri Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar serta dua Wakil Rais Aam PBNU, yaitu KH Afifuddin Muhajir dan KH Anwar Iskandar. Total peserta rapat sebanyak 37 orang dari 53 pengurus harian Syuriyah. Berdasarkan Risalah Rapat, terdapat sejumlah kesimpulan atau putusan dari Rapat Harian Syuriyah.
Pertama, Rapat Harian Syuriyah memandang bahwa diundangnya narasumber yang terkait dengan jaringan Zionisme Internasional dalam Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) sebagai narasumber kaderisasi tingkat tertinggi Nahdlatul Ulama telah melanggar nilai dan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama.
Kedua, pelaksanaan AKN NU dengan narasumber yang terkait dengan jaringan Zionisme Internasional di tengah praktik genosida dan kecaman dunia internasional terhadap Israel telah memenuhi ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu dan Pelimpahan Fungsi Jabatan, yang mengatur bahwa pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan terhadap fungsionaris dikarenakan yang bersangkutan melakukan tindakan yang mencemarkan nama baik Perkumpulan.
Ketiga, tata kelola keuangan di lingkungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengindikasikan pelanggaran terhadap hukum syara', ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pasal 97-99 Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama dan Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang berlaku, serta berimplikasi yang membahayakan pada eksistensi Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
Keempat, dengan mempertimbangkan poin 1, 2 dan 3 di atas, maka Rapat Harian Syuriyah memutuskan menyerahkan sepenuhnya pengambilan keputusan kepada Rais Aam dan dua Wakil Rais Aam Kelima, musyawarah antara Rais Aam dan para Wakil Rais Aam memutuskan dua hal:
- KH Yahya Cholil Staquf harus mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU.
- Jika dalam waktu 3 (tiga) hari tidak mengundurkan diri, Rapat Harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Tanggapan Ketua Umum PBNU
Satu hari setelah Rapat Harian Syuriyah itu digelar, PBNU mengadakan pertemuan daring dengan ketua-ketua PWNU dan PCNU. Pertemuan ini dipimpin oleh KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dengan dipandu oleh Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni. Gus Yahya juga didampingi oleh Katib Aam PBNU KH Ahmad Said Asrori dan dua Ketua PBNU, yakni Ahmad Suaedy dan Miftah Faqih.
Dalam pertemuan yang digelar pada Jumat (21/11/2025) itu, Gus Yahya memberikan tanggapan atas Rapat Harian Syuriyah yang berujung pemberhentian dirinya.
“Tadi malam, dilakukan pertemuan Syuriyah dan di situ dibicarakan kehendak untuk memberhentikan saya. Bahkan, sejak di awal pertemuan sudah dibicarakan ada keinginan untuk memberhentikan saya,” tuturnya.
Menurut Gus Yahya, dirinya tidak diberi kesempatan untuk memberikan klarifikasi terbuka atas poin-poin kesimpulan dalam rapat tersebut. “Kemudian dibikin narasi-narasi untuk menjustifikasi kehendak itu dengan tanpa memberikan kesempatan kepada saya untuk memberikan klarifikasi terbuka. Sehingga, keputusannya adalah keputusan sepihak.”
Padahal, menurut Gus Yahya, di dalam AD/ART dan Peraturan Perkumpulan, seseorang bisa diberhentikan secara tidak hormat hanya apabila yang bersangkutan melakukan tindakan mencemarkan nama baik organisasi, tindak pidana, merugikan organisasi secara material, dan melakukan perlawanan hukum terhadap organisasi.
”Harus dibuktikan bahwa tindakan-tindakan itu memang sungguh dilakukan oleh yang bersangkutan. Maka suatu proses pembuktian yang benar dan objektif juga harus dilakukan. Itu berarti, yang bersangkutan harus diberi hak untuk memberikan klarifikasi secara terbuka,” lanjut Gus Yahya.
Gus Yahya kemudian melontarkan gagasan tentang rekonsolidasi PBNU agar kepengurusannya tetap solid. Ia bahkan berjanji untuk memaksimalkan kemampuannya.
“Tentu yang pertama-tama dibutuhkan adalah rekonsolidasi PBNU,” demikian ia melanjutkan, “saya sudah menyampaikan komitmen, menyampaikan ikrar, bahwa saya akan mendedikasikan seluruh kemampuan saya untuk melakukan rekonsolidasi PBNU supaya utuh kembali.”
Kemudian ia mengingatkan kepada para peserta pertemuan bahwa permasalahan ini bukan soal mempertahankan persaingan antara Tanfidziyah dengan Syuriyah atau mempertahankan Tanfidziyah di depan Syuriyah. Namun, “ini soal mempertahankan keutuhan organisasi secara keseluruhan.”(Sumber kronologi: https://www.nu.or.id/nasional/kronologi-persoalan-di-pbnu-1-dari-rapat-syuriyah-pernyataan-ketum-dan-sekjen-hingga-kegelisahan-pwnu-ijmBK di akses 15 Desember 2025 22.00)
Urgensi penelitian ini terletak pada adanya kontradiksi antara tindakan Rais 'Aam yang mengacu pada kewenangan tertinggi Syuriyah dan mekanisme formal konstitusi organisasi yang menetapkan Rapat Pleno (ART Pasal 49 Ayat 1) atau Muktamar Luar Biasa (AD Pasal 22 huruf b) sebagai forum yang berhak mengambil keputusan setingkat pemberhentian Ketua Umum yang merupakan mandataris Muktamar. Analisis yuridis komprehensif diperlukan untuk menguji legalitas keputusan RHS ini terhadap Teori Hierarki Norma dan Teori Ultra Vires, sehingga dapat memberikan kejelasan hukum organisasi dan kontribusi nyata dalam penyelesaian konflik kelembagaan di organisasi massa terbesar khususnya, dan umumnya pada kelembagaan Madrasah serta menjadi edukasi dalam konteks organisasi. Selama ini, belum ada panduan komprehensif yang membedah Pasal terkait kasus ini secara mendalam. Buku ini hadir untuk mengisi kekosongan tersebut agar tidak terjadi salah tafsir.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
- Bagaimana kewenangan fungsional Rapat Harian Syuriyah diatur dalam AD/ART NU 2022, dan sejauh mana otoritasnya memengaruhi jabatan Ketua Umum Tanfidziyah?
- Apakah Keputusan Rapat Harian Syuriyah tanggal 20 November 2025, yang memuat ultimatum 3 hari untuk pemberhentian Ketua Umum Tanfidziyah, sah secara hukum organisasi berdasarkan AD/ART dan Peraturan Perkumpulan NU?
- Bagaimana perbandingan kekuatan dasar hukum (legal standing) antara klaim Rais 'Aam (Kewenangan Tertinggi Syuriyah) dan klaim Ketua Umum Tanfidziyah (Pelanggaran Prosedur) berdasarkan konstitusi organisasi NU?
B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
Menganalisis dan mendeskripsikan secara yuridis kewenangan fungsional Rapat Harian Syuriyah serta batasan otoritasnya dalam memengaruhi jabatan fungsionaris tertinggi (Ketua Umum Tanfidziyah) berdasarkan AD/ART dan Peraturan Perkumpulan NU 2022.
Menguji legalitas Keputusan Rapat Harian Syuriyah tanggal 20 November 2025 mengenai pemberhentian Ketua Umum Tanfidziyah, serta menentukan keabsahannya (sah atau batal demi hukum) berdasarkan prinsip-prinsip hukum organisasi.
Membandingkan dan mengidentifikasi kekuatan dasar hukum (legal standing) yang dimiliki oleh Pihak Rais 'Aam dan Pihak Ketua Umum Tanfidziyah dalam konteks konflik kelembagaan PBNU
C. Manfaat Penelitian
a. Kegunaan Teoretis
- Pengembangan Teori Hukum Organisasi: Penelitian ini berkontribusi dalam pengayaan khazanah ilmu hukum organisasi, khususnya dalam penerapan Teori Hierarki Norma dan Teori Ultra Vires untuk menguji keputusan organ internal organisasi massa berbasis keagamaan di Indonesia.
- Kajian Konstitusi NU: Menjadi referensi akademik mendalam mengenai interpretasi pasal-pasal krusial dalam AD/ART dan Peraturan Perkumpulan NU terkait keseimbangan Syuriyah-Tanfidziyah dan hierarki forum permusyawaratan.
b. Kegunaan Praktis
- Bagi Internal NU: Memberikan rekomendasi dan panduan hukum organisasi yang jelas bagi PBNU dan seluruh jajaran pengurus di semua tingkatan, mengenai prosedur formal yang wajib ditempuh dalam kasus pemberhentian fungsionaris tertinggi, sehingga menghindari cacat prosedur di masa depan.
- Bagi Warga NU dan Kaderisasi: Hasil penelitian dapat digunakan sebagai modul ajar dalam kegiatan kaderisasi di lingkungan NU (misalnya: PD-PKPNU, PMKNU) untuk menanamkan pemahaman mendalam tentang tata kelola organisasi, hierarki norma, dan pentingnya kepatuhan prosedur, sehingga mencetak kader yang munadzdzim (terorganisir).
- Bagi Institusi Pendidikan NU: Memberikan kontribusi nyata dalam penegakan prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah An-Nahdliyah dalam aspek harakah (pergerakan) organisasi, menegaskan bahwa kepatuhan hukum adalah bagian dari etika kepemimpinan.
- Bagi Organisasi Massa Lain: Dapat dijadikan studi kasus dan model perbandingan bagi organisasi massa atau perkumpulan lain yang menghadapi konflik kewenangan antara badan pengawas (ulama/syuriyah) dan badan eksekutif (tanfidziyah).
- Bagi Pembuat Kebijakan: Memberikan masukan terkait pentingnya merumuskan mekanisme sanksi dan pengisian jabatan antar waktu secara eksplisit dan terperinci dalam konstitusi organisasi untuk meminimalisir konflik legalitas.

0 Response to "Analisis yuridis prosedur pemberhentian Ketua umum tanfidiyah PBNU dalam perspektif ADART NU 2022"
Post a Comment
silahkan jika anda ingin berkomentar kami senang anda meninggalkan jejak...